Selasa, 20 November 2007

Global Warming


REHABILITASI LAHAN, PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN EKONOMI

dengan

‘KEMIRI SUNAN’

( ALEURITES TRISPERMA BLANCO )

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus menerus dilanda bencana yang apabila dicermati bencana tersebut bersumber dari masalahan lingkungan dan penanganan yg salah. Banjir, gelombang pasang, longsor dan kekeringan sudah menjadi tradisi bencana tahunan yang tidak pernah selesai bahkan tiap tahun makin bertambah buruk . Bencana-bencana itu merupakan akibat dari Pemanasan Global. Pemanasan global yang meresahkan negara-negara diseluruh dunia antara lain disebabkan oleh kelebihan karbondioksida (CO2) di udara yang merupakan sisa-sisa pembakaran,dan itu merupakan dampak dari hilangnya sebagian besar hutan dunia yang pohon2nya menyerap karbondioksida tersebut, sehingga suhu meningkat dan gunung es mencair. Kita sadar pentingnya keberadaan pohon dan hutan untuk mengatasi bahaya dari dampak pemanasan global, dan untuk mengantisipasi hal tersebut upaya pelestarian hutan dan penanaman pohon sebanyak-banyaknya dan mengembalikan hutan mangrove harus merupakan aksi konkret dari agenda kegiatan lingkungan hidup.

Dijelaskan dalam Canopy.org (2006), setiap pohon yang tertanam mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Satu pohon yang besar mampu menghasilkan persediaan oksigen (O2) untuk 4 orang per hari. Jumlah pohon yang tertanam dalam area 4.000 m2 mampu menyerap karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh kendaraan yang berjalan sejauh 26,000 mil, mampu memindahkan sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (N0) (dua komponen utama dari hujan asam dan polusi ozon), Selain itu pohon dapat menurunkan debu dan asap rokok hingga 75% pada area yang dinaungi pohon, mengurangi panas dan temperatur di wilayah perkotaan sebanyak 90C dimana penguapan dari satu pohon dapat menghasilkan efek pendinginan yang senilai dengan sepuluh alat pendingin yang beroperasi 20 jam sehari.

Penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh di perkotaan berpengaruh pada kemampuan memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah tinggi, membuat rasa relax pada pikiran, mengurangi 40% polusi suara oleh kebisingan yang dapat mempengaruhi hipertensi, peningkatan kolesterol, sifat cepat marah dan perilaku agresif serta warna hijaunya membuat tenang dan membantu pemulihan mata secara cepat dari ketegangan.

Sejak tahun 2003, upaya rehabilitasi lahan kritis di indonesia hanya mampu menjangkau 600.000-an hektar. Sementara saat ini lahan kritis di Indonesia mencapai 59,2 juta hektar (Kompas, 14 Juli 2007).

Selain masalah bencana, Indonesia dihadapkan pada masalah cadangan minyak bumi andalan export kita yang kian menipis dan makin tingginya kebutuhan pemenuhan BBM dalam negeri yang harus diimpor dan hal itu kini menjadikan Indonesia sebagai net importer. Konsumsi BBM oleh masyarakat secara nasional masih sangat dominan (63%), tingginya ketergantungan masyarakat terhadap BBM impor tersebut menimbulkan beban anggaran yang memberatkan negara, karena biaya subsidi harus terus diberikan untuk mempertahankan harga jual yang terjangkau oleh konsumen, namun akibatnya menimbulkan problem psikologis, yaitu restriksi dari publik manakala fasilitas subsidi dicabut.






Untuk mengatasi hal tersebut kita bisa menggali sumber-sumber energi nabati yang terbarukan. Di negara beriklim tropis ini kita punya beberapa jenis tanaman yang memenuhi kriteria sumber energi terbarukan tersebut. Mengingat kita punya dua masalah diatas, maka harus ada pilihan yang mampu mengatasi kedua masalah tersebut, yaitu mengatasi lahan kritis sekaligus menghijaukan kembali serta dapat menghasilkan energi terbarukan. Pemilihan jenis tanaman tersebut merupakan titik temu antara kedua kepentingan tersebut. Selama ini penyelesaian yang dilakukan masih bersifat parsial, misalkan dengan kelapa sawit atau jarak pagar untuk pemenuhan energi nabati, namun kurang sesuai untuk penghutanan kembali. Demikian juga dengan solusi rehabilitasi lahan kritis, misalnya dengan jati, mahoni atau akasia yang justru memancing untuk ditebang lagi karena kayunya akan dicuri.

Solusinya adalah dengan menanam pohon yang dapat dijadikan tanaman KONSERVASI dan dapat menghasilkan ENERGI ALTERNATIF .


Kemiri Sunan Menjawab Global Warming

Solusi tersebut adalah KEMIRI SUNAN .

Kemiri Sunan merupakan tumbuhan asli dari Philipina, namun saat ini banyak tumbuh secara alami di Jawa Barat (Duke, 1983). Kini mulai dikembangkan di kawasan Sumedang.

Kondisi iklim yang optimal untuk pertumbuhannya adalah pada suhu 18,7–26,2oC, pH 5,4–7,1.
Dapat hidup pada ketinggian rendah sampai menengah, di Jawa barat ditemukan hidup pada ketinggian lebih dari 1000 meter (Hyne, 1987).
Tumbuh sebagai tegakan, tinggi dapat mencapai 15 meter atau lebih, hidup sampai usia di atas 75 tahun dan mempunyai kanopi yang cukup rapat dan lebar.
Kanopi yang rapat dan lebar mampu menahan tetesan air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah, sehingga mengurangi erosi dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah.
Perakaran tunggang mampu mencegah tanah longsor.
Mempunyai daun lebat (mencapai puluhan ribu helai daun/pohon), mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam jumlah banyak.

Jika rehabilitasi seluruh lahan kritis di Indonesia (59,2 juta ha), lahan hutan dan lahan tidak produktif menggunakan kemiri sunan, maka akan tertanam lebih dari 10 milyar pohon sehingga terdapat triliun-an helai daun.

Apabila hal ini terealisasi, Indonesia menjadi penyuplai oksigen terbesar di dunia.

Kemiri Sunan sebagai Solusi Krisis Energi

Dengan menanam pohon ini akan terjadi multiplyer effects, karena selain merupakan solusi tepat untuk rehabilitasi lahan kritis, Kemiri Sunan juga menghasilkan bahan bakar alternatif. Seiring dengan kebijakan pemerintah dalam pengurangan subsidi harga BBM, pengembangan teknologi untuk mendapatkan energi alternatif pengganti peran BBM di dalam negeri semakin berpeluang. Hal tersebut mendukung Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui diversivikasi dan konservasi energi. Salah satu teknologi tersebut adalah penggunaan minyak Nabati sebagai biodiesel. Minyak nabati terbarukan tersebut bisa diperoleh dari biji Kemiri Sunan dan biji Jarak pagar.





Potensi terbesar dari tanaman Kemiri Sunan ada pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji inilah yang nantinya dapat diproses menjadi minyak kemiri sunan dan digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti solar (biodiesel) melalui proses lebih lanjut.

Inti dari buah mampu menghasilkan minyak sebesar 56 % (Vassen & Umali, 2001). Untuk mendapatkan minyak, inti biji harus diperah terlebih dahulu. Hasil dari perahan ini berupa minyak berwujud cairan bening berwarna kuning dan bungkil.

Komposisi minyak terdiri dari asam palmitic 10 %, asam stearic 9 %, asam oleic 12 %, asam linoleic 19 % dan asam α-elaeostearic 51 %. Asam α-elaeostearic menjelaskan adanya kandungan racun pada minyak.

Minyak Kemiri Sunan hasil perahan tersebut kemudian diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Minyak tersebut selain digunakan sebagai biodiesel, juga digunakan dalam berbagai produk industri. Antara lain digunakan sebagai bahan untuk membuat pernis, cat, sabun, linoleum, minyak kain, resin, kulit sintetis, pelumas, kampas, dan campuran pada pembersih/pengkilap, pelindung kontainer makanan dan obat-obatan, melapisi/melindungi permukaan kawat dan logam lain seperti pada radio, radar, telepon, dan perlengkapan telegraf (Duke, 1978).

Sisa dari ekstraksi berupa bungkil mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor. Bungkil ini dapat diolah lebih lanjut menjadi biogas. Dari 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas atau setara dengan 1 liter minyak tanah.

Menurut Tatang (2007), rata-rata kebutuhan harian biogas utk 1 rumah tangga adalah 2 - 3 m3/hari, sehingga dibutuhkan 6 – 9 kg bungkil per hari, atau 2 – 3 ton bungkil per tahun. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan sekitar 6 ton biji kering per tahun.

Jika diasumsikan produktivitas per pohon pada usia diatas 7 Th mencapai 300 kg biji kering per tahun, maka tiap rumah tangga mampu mencukupi sendiri kebutuhan biogas per tahun hanya dengan menanam 15 pohon Kemiri Sunan, tidak perlu lagi membeli minyak tanah. Dengan demikian penjarahan hutan untuk kayu bakar tidak perlu terjadi lagi.

Limbah bungkil sisa dipakai untuk biogas dapat digunakan sebagai pupuk. Sebagai pembanding, untuk 1 Ha tanaman padi dibutuhkan pupuk urea sebesar 150 kg (kandungan N 45%).

Jika diasumsikan dalam 1 kg bungkil limbah biogas mengandung N 6 %, maka per Ha diperlukan sekitar 7,2 ton bungkil limbah biogas *. Dalam setahun terdapat 3 kali musim tanam padi, maka total yang dibutuhkan adalah 6-7,2 ton bungkil limbah biogas untuk dapat menggantikan urea, jumlah yang masih dapat dipenuhi hanya dengan menanam 48 pohon. Apabila setiap rumah tangga menanam lebih dari 48 pohon, bisa dibayangkan berapa luas lahan yang bisa dipupuk tanpa harus membeli urea.(di input awal untuk 2 Th *).

Bisa disimpulkan bahwa bukan merupakan hal yang mustahil bahwa dengan Kemiri Sunan kita mampu mewujudkan DESA MANDIRI ENERGI DAN DESA MANDIRI PUPUK.











MeMBANGUN Pemberdayaan Ekonomi RAKYAT melalui Kemiri Sunan

Apabila diasumsikan produktivitas per pohon kemiri sunan pada usia diatas 7 Th mencapai 300-500 kg biji kering per tahun dan harga biji kering sebesar Rp. 300,- s/d Rp 500,- /kg (ditempat), maka untuk satu pohon akan diperoleh pendapatan sebesar Rp 90.000,- s/d Rp 250.000,- per tahun (tergantung perawatan ).

Untuk jarak tanam 6 x 6 meter, dalam 1 ha akan tertanam 289 pohon maka pendapatan petani dalam 1 Ha minimal Rp 25.000.000,-/Tahun , satu pendapatan yang menjanjikan untuk para petani.

Jika dilakukan penaman pada lahan kritis di Indonesia yang luasnya 59,2 juta ha, maka akan tertanam 15 milyar pohon. Berdasarkan asumsi di atas maka akan diperoleh 7,4 Milyar ton biji kering per tahun dan diperoleh minyak 5,92 Milyar ton minyak per tahun. Sebuah pendapatan per tahun yang sangat FANTASTIS.

Ditingkat pengusaha pengolahan minyak, apabila diasumsikan 1 liter biodiesel diperoleh dari 2,5 kg biji kering, untuk harga solar Rp 4.300,-/Ltr s/d Rp 7.000,- (untuk industri Oktober Th 2007) dengan harga bahan baku Rp 750,-s/d Rp 1.250,- dan biaya proses Rp 1.750,- per liter, maka didapatkan keuntungan sebesar Rp 1.300,-s/d Rp 4.000,- per liter (Bruto) tergantung Infrasruktur .

Jika produksi total lahan kritis seperti di atas maka PEMERINTAH berhasil mengatasi masalah lahan kritis serta pengadaan bahan bakar, serta mendapat pemasukan tambahan PAJAK yang sangat Fantastis.

Hal tersebut di atas baru didasarkan pada fakta lahan kritis, padahal pada kenyataannya masih sangat banyak lahan yang sangat potensial, antara lain daerah aliran sungai (DAS), lahan hutan dan lahan tidak produktif lainnya, seperti area di sepanjang jalan, di kanan-kiri lajur jalan berpotensi ditanam.

Selain diambil bijinya, kemiri sunan juga bermanfaat sebagai peneduh dan penghijauan jalan (jalur hijau).

Sebagai contoh apabila 10 % dari panjang ruas jalan desa di Kabupaten akan tertanam kemiri sunan sekitar 10 ribu pohon yang terdapat di kanan-kiri jalan (jarak tanam 6 Mtr) dan diharapkan ada juga penanamam di seputar Waduk didaerah Green Belt yang luasannya kurang lebih 300 Ha untuk menahan Erosi . Apabila budidaya tersebut dikelola oleh masyarakat sekitar , dapat diperkirakan berapa besar pendapatan per tahun yang akan diperoleh.

Apabila semua lahan kritis, daerah aliran sungai (DAS), lahan hutan dan lahan tidak produktif di Indonesia ditanami kemiri sunan, dan mampu terealisasi secara keseluruhan, maka triple track akan terpenuhi yaitu Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, Menurunkan Pengangguran dan Mengurangi Kemiskinan.

Triliunan rupiah dapat dipastikan menjadi pemasukan negara per tahunnya dan mampukah hutang luar negeri akan terbayar ?









Kemiri Sunan Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

Indonesia mempunyai lahan luas yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia yang dapat digunakan sebagai lokasi penanaman dan budidaya. Dari aspek lingkungan, karakteristiknya sangat sesuai sebagai tanaman rehabilitasi, bijinya yang mengandung minyak mampu meminimalkan aksi penebangan untuk diambil kayunya, bahan bakar nabati (BBN) lebih ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah dan dapat diperbaharui karena berasal dari bahan alami terbarukan, pupuk yang dihasilkan merupakan pupuk organik, serta dapat digunakan sebagai pestisida alami.

Dari aspek ekonomi, dengan meningkatnya harga BBM dan tingginya volume permintaan pasar maka pengembangan BBN cukup menjanjikan. Dengan mengembangkan BBN, sekaligus akan dapat dicapai peningkatan pasokan energi dan pemberdayaan ekonomi rakyat serta dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar para pelaku kegiatan ekonomi sampai pada grass root, misalnya Nelayan.

Dari aspek teknologi, pembuatan BBN dan pengolahan limbahnya menjadi pupuk dan biogas telah dikembangkan di dalam negeri.

Untuk merealisasikan upaya tersebut terdapat berbagai kendala yang merupakan pokok masalah, baik pada level penanaman, budidaya maupun pengolahan pasca panennya .
Selain itu perangkat hukum dan tata niaga komoditas ini menjadi pokok masalah berikutnya. Untuk itu, sangat dibutuhkan perangkat sistem yang kuat dan tidak bersifat parsial atau sepotong-sepotong.

ALTERNATIF SOLUSI

Untuk menerapkan rencana penanaman Kemiri Sunan sebagai salah satu tanaman rehabilitasi lahan kritis sekaligus sumber penghasil minyak sebagai bahan bakar terbarukan tentu tidaklah mudah. Pengadaan stok tanaman berupa bibit untuk tujuan rehabilitasi lahan seluas Indonesia dan produksi minyak untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar merupakan kendala utama dan perlu waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Penanaman secara luas merupakan solusi untuk menjawab masalah tersebut, namun untuk menjamin ketersediaan bibit pohon dan bahan baku untuk produksi minyak secara kontinyu dibutuhkan pemilihan sistem yang tepat dan terarah.

REFERENSI

Canopy.org. 2006
Duke, J.A. 1978. The quest for tolerant germplasm. P 1-4. In : ASA Special Symposium 32, Crop tolerance to suboptimal land conditions. Am. Soc. Agron. Madison, WI.
Hyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia.
Kompas. Edisi : Sabtu, 14 Juli 2007.
Vossen, H.A.M dan Umali, B.E (Editors). 2001. Plant Resources of South-East Asia – Vegetable oils and fats. Backhuys Publishers, Leiden.
Tatang H. Soerawijaya . Kepala Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam & Peles-tarian Lingkungan ITB dan Ketua Forum Biodiesel Indonesia (FBI)
Harian Pikiran Rakyat, Edisi Kamis, 29 Nopember 2007.





TEAM PENASEHAT :

DR. KH. Abdul Ghafur , Ketua Forum Komunikasi Informasi Pondok Pesantren Berbasis Agribisnis & Pimpinan Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan.


TEAM PENGEMBANG:

Hendra Natakarmana , Pemrakarsa Riset dan Penanaman Massal Kimiri Sunan . Ketua Pengembangan Agribisnis Ponpes Sunan Drajat .

Titie Prapti Oetami , Sekretaris

Ir Giharta Winata , Ketua Pokja Bahan Bakar Alternatif KADIN Jawa Barat dan Direktur PT Era Putra Tiga Pengembang Tanaman Minyak Nabati di Sumedang.

DR. Ir. Tatang H. Soerawijaya , Kepala Pusat Penelitian Pendayagunaan Sumber Daya Alam & Pelestarian Lingkungan ITB dan Ketua Forum Biodiesel Indonesia (FBI)

DR Harry Wiriadinata , Staff Ahli Peneliti LIPI Cibinong.

Andrias Wiji Setyo Pamuji , ST . Pengembang dan Ahli Biogas .

Ibrahim , ST . Asisten Kelompok Riset Biodiesel ITB

Ir. Teguh Narwanto, M.M . Pemuliaan Tanaman.

Drs. Gunawan . Pemuliaan Tanaman.

Tri Wahyuningsih SSi , Asisten R&D Budidaya

Ardi Penataran SSi , Asisten R&D Budidaya